22 November 2008

Seni Tradisional Dayak


LATAR BELAKANG SEJARAH

  • Asal Usul

Dayak merupakan sebutan bagi penduduk asli pulau Kalimantan. Pulau kalimantan terbagi berdasarkan wilayah Administratif yang mengatur wilayahnya masing-masing terdiri dari: Kalimantan Timur ibu kotanya Samarinda, Kalimantan Selatan dengan ibu kotanya Banjarmasin, Kalimantan Tengah ibu kotanya Palangka Raya, dan Kalimantan Barat ibu kotanya Pontianak.

Kelompok Suku Dayak, terbagi lagi dalam sub-sub suku yang kurang lebih jumlahnya 405 sub (menurut J. U. Lontaan, 1975). Masing-masing sub suku Dayak di pulau Kalimantan mempunyai adat istiadat dan budaya yang mirip, merujuk kepada sosiologi kemasyarakatannya dan perbedaan adat istiadat, budaya, maupun bahasa yang khas. Masa lalu masyarakat yang kini disebut suku Dayak, mendiami daerah pesisir pantai dan sungai-sungai di tiap-tiap pemukiman mereka.

Etnis Dayak Kalimantan menurut seorang antropologi J.U. Lontaan, 1975 dalam Bukunya Hukum Adat dan Adat Istiadat Kalimantan Barat, terdiri dari 6 suku besar dan 405 sub suku kecil, yang menyebar di seluruh Kalimantan. Kuatnya arus urbanisasi yang membawa pengaruh dari luar,seperti melayu menyebabkan mereka menyingkir semakin jauh ke pedalaman dan perbukitan di seluruh daerah Kalimantan.

Mereka menyebut dirinya dengan kelompok yang berasal dari suatu daerah berdasarkan nama sungai, nama pahlawan, nama alam dan sebagainya. Misalnya suku Iban asal katanya dari ivan (dalam bahasa kayan, ivan = pengembara) demikian juga menurut sumber yang lainnya bahwa mereka menyebut dirinya dengan nama suku Batang Lupar, karena berasal dari sungai Batang Lupar, daerah perbatasan Kalimantan Barat dengan Serawak, Malaysia. Suku Mualang, diambil dari nama seorang tokoh yang disegani (Manok Sabung/algojo) di Tampun Juah dan nama tersebut diabadikan menjadi sebuah nama anak sungai Ketungau di daerah Kabupaten Sintang (karena suatu peristiwa) dan kemudian dijadikan nama suku Dayak Mualang. Dayak Bukit (Kanayatn/Ahe) berasal dari Bukit/gunung Bawang. Demikian juga asal usul Dayak Kayan, Kantuk, Tamambaloh, Kenyah, Benuag, Ngaju dan lain-lain, yang mempunyai latar belakang sejarah sendiri-sendiri.

Namun ada juga suku Dayak yang tidak mengetahui lagi asal usul nama sukunya. Nama "Dayak" atau "Daya" adalah nama eksonim (nama yang bukan diberikan oleh mayarakat itu sendiri) dan bukan nama endonim (nama yang diberikan oleh masyarakat itu sendiri). Kata Dayak berasal dari kata Daya” yang artinya hulu, untuk menyebutkan masyarakat yang tinggal di pedalaman atau perhuluan Kalimantan umumnya dan Kalimantan Barat khususnya, (walaupun kini banyak masyarakat Dayak yang telah bermukim di kota kabupaten dan propinsi) yang mempunyai kemiripan adat istiadat dan budaya dan masih memegang teguh tradisinya.

Kalimantan Tengah mempunyai problem etnisitas yang sangat berbeda di banding Kalimantan Barat. Mayoritas ethnis yang mendiami Kalimantan Tengah adalah ethnis Dayak, yang terbesar suku Dayak Ngaju, Ot Danum, Maanyan, Dusun, dsb. Sedangkan agama yang mereka anut sangat variatif. Dayak yang beragama Islam di Kalimantan Tengah, tetap mempertahankan ethnisnya Dayak, demikian juga bagi Dayak yang masuk agama Kristen. Agama asli suku Dayak di Kalimantan Tengah adalah Kaharingan, yang merupakan agama asli yang lahir dari budaya setempat sebelum bangsa Indonesia mengenal agama pertama yakni Hindu. Karena Hindu telah meyebar luas di dunia terutama Indonesia dan lebih dikenal luas, jika dibandingkan dengan agama suku Dayak, maka Agama Kaharingan dikategorikan ke cabang agama Hindu.

Propinsi Kalimantan Barat mempunyai keunikan tersendiri terhadap proses alkurturasi cultural atau perpindahan suatu culture religius bagi masyarakat setempat. Dalam hal ini proses tersebut sangat berkaitan erat dengan dua suku terbesar di Kalimantan Barat yaitu Dayak,Melayu dan Tiongkok. Pada mulanya Bangsa Dayak mendiami pesisir Kalimantan Barat, hidup dengan tradisi dan budayanya masing-masing, kemudian datanglah pedagang dari gujarab beragama Islam (Arab Melayu) dengan tujuan jual-beli barang-barang dari dan kepada masyarakat Dayak, kemudian karena seringnya mereka berinteraksi, bolak-balik mengambil dan mengantar barang-barang dagangan dari dan ke Selat Malaka (merupakan sentral dagang di masa lalu), menyebabkan mereka berkeinginan menetap di daerah baru yang mempunyai potensi dagang yang besar bagi keuntungan mereka.

Hal ini menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat Dayak ketika bersentuhan dengan pendatang yang membawa pengetahuan baru yang asing ke daerahnya. Karena sering terjadinya proses transaksi jual beli barang kebutuhan, dan interaksi cultural, menyebabkan pesisir Kalimantan Barat menjadi ramai, di kunjungi masyarakat lokal (Dayak) dan pedagang Arab Melayu dari Selat Malaka. Di masa itu system religi masyarakat Dayak mulai terpengaruh dan dipengaruhi oleh para pedagang Melayu yang telah mengenal pengetahuan, pendidikan dan agama Islam dari luar Kalimantan. Karena hubungan yang harmonis terjalin baik, maka masyarakat lokal atau Dayak, ada yang menaruh simpati kepada pedagang Gujarat tersebut yang lambat laun terpengaruh, maka agama Islam diterima dan dikenal pada tahun 1550 M di Kerajaan Tanjung Pura pada penerintahan Giri Kusuma yang merupakan kerajan melayu dan lambat laun mulai menyebar di Kalimantan Barat.

masyarakat Dayak masih memegang teguh kepercayaan dinamismenya, mereka percaya setiap tempat-tempat tertentu ada penguasanya, yang mereka sebut: Jubata, Petara, Ala Taala, Penompa dan lain-lain, untuk sebutan Tuhan yang tertinggi, kemudian mereka masih mempunyai penguasa lain dibawah kekuasaan Tuhan tertingginya: misalnya: Puyang Gana ( Dayak mualang) adalah penguasa tanah , Raja Juata (penguasa Air), Kama”Baba (penguasa Darat),Jobata,Apet Kuyan'gh(Dayak Mali) dan lain-lain. Bagi mereka yang masih memegang teguh kepercayaan dinamisme nya dan budaya aslinya nya, mereka memisahkan diri masuk semakin jauh kepedalaman.

adapun segelintir masyarakat Dayak yang telah masuk agama Islam oleh karena perkawinan lebih banyak meniru gaya hidup pendatang yang dianggap telah mempunyai peradaban maju karena banyak berhubungan dengan dunia luar. (Dan sesuai perkembangannya maka masuklah para misionaris dan misi kristiani/nasrani ke pedalaman). Pada umumnya masyarakat Dayak yang pindah agama Islam di Kalimantan Barat dianggap oleh suku dayak sama dengan suku melayu. Suku Dayak yang masih asli (memegang teguh kepercayaan nenek moyang) di masa lalu, hingga mereka berusaha menguatkan perbedaan, suku dayak yang masuk Islam(karena Perkawinan dengan suku Melayu) memperlihatkan diri sebagai suku melayu.banyak yang lupa akan identitas sebagai suku dayak mulai dari agama barunya dan aturan keterikatan dengan adat istiadatnya. Setelah penduduk pendatang di pesisir berasimilasi dengan suku Dayak yang pindah(lewat perkawinan dengan suku melayu) ke Agama Islam,agama islam lebih identik dengan suku melayu dan agama kristiani atau kepercayaan dinamisme lebih identik dengan suku Dayak.sejalan terjadinya urbanisasi ke kalimantan, menyebabkan pesisir Kalimantan Barat menjadi ramai, karena semakin banyak di kunjungi pendatang baik local maupun nusantara lainnya.

Untuk mengatur daerah tersebut maka tokoh orang melayu yang di percayakan masyarakat setempat diangkat menjadi pemimpin atau diberi gelar Penembahan (istilah yang dibawa pendatang untuk menyebut raja kecil ) penembahan ini hidup mandiri dalam suatu wilayah kekuasaannya berdasarkan komposisi agama yang dianut sekitar pusat pemerintahannya, dan cenderung mempertahankan wilayah tersebut. Namun ada kalanya penembahan tersebut menyatakan tunduk terhadap kerajaan dari daerah asalnya, demi keamanan ataupun perluasan kekuasaan.

Masyarakat Dayak yang pindah ke agama Islam ataupun yang telah menikah dengan pendatang Melayu disebut dengan Senganan, atau masuk senganan/masuk Laut, dan kini mereka mengklaim dirinya dengan sebutan Melayu. Mereka mengangkat salah satu tokoh yang mereka segani baik dari ethnisnya maupun pendatang yang seagama dan mempunyai karismatik di kalangannya, sebagai pemimpin kampungnya atau pemimpin wilayah yang mereka segani.

PEMBAGIAN CIRI TARI DAYAK

  • BERDASARKAN WILAYAH PENYEBARANNYA DI KALIMANTAN BARAT

Bangsa Dayak di Kalimantan Barat terbagi berdasarkan sub-sub ethnik yang tersebar diseluruh kabupaten di Kalimantan Barat. Berdasarkan Ethno Linguistik dan cirri cultural gerak tari Dayak di Kalimantan Barat menjadi 5 besar yakni:

  1. . Kendayan / Kanayatn Grop : Dayak Bukit (ahe), Banyuke, Lara, Darit, Belangin, Bakati” dll. Wilayah penyebarannya di Kabupaten Pontianak, Kabupaten Landak, Kabupaten Bengkayang, dan sekitarnya.
  2. . Ribunic / Jangkang Grop : Dayak Ribun, Pandu, Pompakng, Lintang, Pangkodatn, Jangkang, Kembayan, Simpakng, dll. Wilayah penyebarannya di Kabupaten Sanggau Kapuas,
  3. . Dayak Mali, Tobakng Benua sampai Balai Bekuak Kabupaten Ketapang dan sekitarnya.
  4. . Iban / Ibanic : Dayak Iban dan sub-sub kecil lainnya, Mualang, Ketungau, Kantuk, Sebaruk, Banyur, Tabun, Bugau, Undup, Saribas, Desa, Seberuang, dan sebagainya. Wilayah penyebarannya di Kabupaten Sambas (perbatasan), Kabupaten Sanggau / malenggang dan sekitarnya (perbatasan) Kabupaten Sekadau (Belitang Hilir, Tengah, Hulu) Kabupaten Sintang, Kabupaten Kapuas Hulu, Serawak, Sabah dan Brunai Darusalam.
  5. . Tamanic Grop : Taman, Tamambaloh dan sub nya, Kalis, dan sebagainya. Wilayah penyebarannya di Kabupaten Kapuas Hulu.


Selain terbagi menurut ethno linguistik yang terdata menurut jumlah besar groupnya, masih banyak lagi yang belum teridentifikasikan, karena menyebar dan berpencar dan terbagi menjadi suku yang kecil-kecil. Misalnya Dayak di Kabupaten Ketapang, daerah Persaguan, Kendawangan, daerah Kayong, Sandai, daerah Krio, Aur kuning. Daerah Manjau dsb.

Kemudian Dayak daerah Kabupaten Sambas, yaitu Dameo / Damea, Sungkung daerah Sambas dan Kabupaten Bengkayang dan sebagainya. Kemudian daerah Kabupaten Sekadau kearah Nanga Mahap dan Nanga Taman, Jawan, Jawai, Benawas, Kematu dan lain-lain. Kemudian Kabupaten Melawi, yaitu: Linoh, Nyangai, Ot Danum ( masuk kelompok kal-teng), Leboyan dsb. Kemudian Kapuas Hulu diantaranya: Suhaid / suaid, Mentebah, Suruk, Punan, Bukat, Kayan ( masuk kelompok kal-tim), Manday dan sebagainya.

Pembagian berdasarkan ethnolinguistik sangatlah menarik untuk di kaji dan perkuat berdasarkan Observasi, analisa, dan study lapangan. Maka berdasarkan grop terbesar masing-masing kelompok, tari Dayak di Kalimantan Barat, terbagi sebagai berikut: Kelompok Kendayan / Kanayatn grop, sampai kepada Jangkang grop, gerak tarinya mempunyai cirri yang rancak atau keras, menghentak, kejang-kejang, stakato. Untuk Kabupaten Sanggau Kapuas gerakan tersebut mulai timbul variasi, ada yang lembut dan ada juga yang keras. Pengaruh tari dari wilayah Kendayan grup Kabupaten Pontianak menyebar berdasarkan arah mata angin dalam radius tertentu, sampai ke Sanggau Kapuas. Hal ini di karenakan Kelompok kendayan /kanayatn (Bukir / ahe) mayoritas bermukim di Kabupaten Pontianak, Landak, dekat dengan kota pantai ( Pontianak, Mempawah dsb yang merupakan pintu masuk kedaerah pedalaman, hingga dapat menjadi filter demikian juga dapat mengalkulturasikan gerak tari “nya” dan yang mempengaruhinya. menyebabkan pengaruh penyerapan budaya yang secara lansung menyentuh pada komunitasnya. Hal ini juga secara filosofis dipengaruhi karaktaristik masyarakatnya yang keras ( karna berhadapan dengan budaya urban ) hingga mempengaruhi cultur social di bidang kesenian tarinya. Cirri stakato dan hentakan-hentakan lebih dominan pada kaki dan tangan, terutama tumit (Kendayan grop), demikian juga iringan musiknya mempunyai irama yang berdinamika, keras, tegas (walaupun umumnya suku Dayak lebih mengambil objek tari yang terdapat pada alam). Ibanik / grop, mulai dari kabupaten Sekadau, sampai ke kapuas hulu serta kelompok Tamanik dan Dayak yang lainnya yang bermukim di daerah Kapuas Hulu Kalimantan Barat, mempunyai cirri gerak yang lembut, tegas, lincah, mempunyai gerak yang kontinyu (mengalir). Dominan cirri gerak tampak pada pinggul, kaki melangkah menyilang, dan cirri gerak tangan banyak menirukan gerak alam, burung-burung, cirri simetris (sebangun) dan gerak asimetris (tidak sebangun) tidak terlalu mendominasi walaupun ada untuk Dayak Kapuas Hulu. Sedangkan instrumen musiknya variatif baik musik tetabuhan maupun musik sapek. Tidak sekeras, dan stakato seperti wilayah Kabupaten Pontianak sampai ke Kabupaten Sanggau. Ciri-ciri gerak tari kelompok Ibanic Grop, mulai dari Kabupaten Sekadau sampai Kapuas Hulu tidak banyak mengalkulturasi atau tersentuh gerak tari luar (urban), karena ketika pendatang yang membawa kesenian luar tiba, mereka terfilter dan tertranspormasi diwilayah yang disinggahi pertama, baru kemudian menyebar ke daerah lainnya demikian juga cirri gerak kelompok Kapuas Hulu lainnya, kecuali Dayak Suaid ( terpengaruh gradasi budaya karena pengaruh masuknya agama kristiani di masa lalunya) Untuk suku Dayak Kayan dengan sub nya gerak tarinya lebih halus lagi dan lembut sesuai dengan iringan musik sapeknya, demikian juga yang bermukim di Serawak maupun Kalimantan Timur, dan suku serumpunnya yakni Dayak Kenyah.

Tari Ngajat / Nyambut Temuai Datai Dayak Mualang (ibanic grop) Kabupaten Sekadau Kalimantan Barat

LATAR BELAKANG TARI AJAT TEMUAI DATAI

  • Latar Belakang

“Ajat Temuai Datai” diangkat dari bahasa Dayak Mualang (Ibanic Group), yang tidak dapat diartikan secara lansung, karna terdapat kejanggalan jika di diartikan kata per kata. Tetapi maksudnya adalah Tari menyambut tamu, bertujuan untuk penyambutan tamu yang datang atau tamu agung (diagungkan). Awal lahirnya kesenian ini yakni dari masa pengayauan / masa lampau, diantara kelompok-kelompok suku Dayak. Mengayau, berasal dari kata me – ngayau, yang berarti musuh (bahasa Dayak Iban). Tetapi jika mengayau mengandung pengertian khusus yakni suatu tindakan yang mencari kelompok lainnya (musuh) dengan cara menyerang dan memenggal kepala lawannya. Pada masyarakat Dayak Mualang dimasa lampau para pahlawan yang pulang dari pengayauan dan menang dan membawa bukti perang berupa kepala manusia, merupakan tamu yang agung serta dianggap sebagai seorang yang mampu menjadi pahlawan bagi kelompoknya. Oleh sebab itu diadakanlah upacara “Ajat Temuai Datai”. Masyarakat Dayak percaya bahwa pada kepala seseorang menyimpan suatu semangat ataupun kekuatan jiwa yang dapat melindungi si empunya dan sukunya. Menurut J, U. Lontaan (Hukum Adat dan Adat Istiadat Kalimantan Barat 1974), ada empat tujuan dalam mengayau yakni: untuk melindungi pertanian, untuk mendapatkan tambahan daya jiwa, untuk balas dendam, dan sebagai daya tahan berdirinya suatu bangunan. Setelah mendapatkan hasil dari mengayau, para pahlawan tidak boleh memasuki wilayah kampungnya, tetapi dengan cara memberikan tanda dalam bahasa Dayak Mualang disebut Nyelaing (teriakan khas Dayak) yang berbunyi Heeih !, sebanyak tujuh kali yang berarti pahlawan pulang dan menang dalam pengayauan dan memperoleh kepala lawan yang masih segar. Jika teriakan tersebut hanya tiga kali berarti para pahlawan menang dalam berperang atau mengayau tetapi jatuh korban dipihaknya. Jika hanya sekali berarti para pahlawan tidak mendapatkan apa-apa dan tidak diadakan penyambutan khusus. Setelah memberikan tanda nyelaing, para pengayau mengirimkan utusan untuk menemui pimpinan ataupun kepala sukunya agar mempersiapkan acara penyambutan. Proses penyambutan ini, melalui tiga babak yakni: Ngiring Temuai (mengiringi tamu ataupun memandu tamu) sampai kedepan Rumah Panjai (rumah panggung yang panjang) proses ngiring temuai ini dilakukan dengan cara menari dan tarian ini dinamakan tari Ajat (penyambutan). Kemudian kepala suku mengunsai beras kuning (menghamburkan beras yang dicampur kunir / beras kuning) dan membacakan pesan atau mantera sebagai syarat mengundang Senggalang burong (burung keramat / burung petuah penyampai pesan kepada Petara atau Tuhannya). Babak yang kedua yakni mancung buloh (menebaskan mandau atau parang guna memutuskan bambu), berarti bambu sengaja dibentangkan menutupi jalan masuk ke rumah panjai dan para tamu harus menebaskan mandaunya untuk memutuskan bambu tersebut sebagai simbol bebas dari rintangan yang menghalangi perjalanan tamu itu. Babak yang ketiga adalah Nijak batu (menginjakkan tumitnya menyentuh sebuah batu yang direndam didalam air yang telah dipersiapkan), sebagai simbol kuatnya tekad dan tinginya martabat tamu itu sebagai seorang pahlawan yang disegani. Air pada rendaman batu tersebut diteteskan pada kepala tamu itu sebagai simbol keras dan kuatnya semangat dari batu itu diteladani oleh pahlawan atau tamu yang disambut. Babak keempat yakni Tama’ Bilik (memasuki rumah panjai), setelah melalui prosesi babak diatas, maka tamu diijinkan naik ke rumah panjang dengan maksud menyucikan diri dalam upacara yang disebut Mulai Burung (mengembalikan semangat perang / mengusir roh jahat).

papua menari

papua, SEPERTI masyarakat dari suku Kamoro pada umumnya, seluruh warga Pigapu telah lama memeluk agama Katolik. Mereka percaya kekuasaan dan hukum-hukum Tuhan berlaku pada kehidupan sehari-hari mereka.

Meski kepercayaan terhadap agama yang mereka anut itu tetap dipegang teguh, leluhur orang Pigapu mendapat tempat istimewa di hati mereka.

Penghormatan -- bukan pemujaan -- terhadap leluhur yang menurunkan sejarah asal-usul warga Pigapu itu mereka tuangkan dalam bentuk Tari Ular.

Oleh karena itu, masyarakat Pigapu menganggap tarian ini sakral dan keramat. Banyak syarat yang diberlakukan di sepanjang proses berlangsungnya pergelaran tari ini. Termasuk di antaranya tidak sembarang orang boleh turut ambil bagian dalam kegiatan tertentu pada proses awal hingga berakhirnya tarian ini.

Mengapa ular yang dipilih?

Jawabannya ada pada penjelasan Yohannes Mapareyau, kepala suku masyarakat Komoro di Pigapu berikut ini.

Konon, demikian kata Yohannes, leluhur orang Pigapu bernama Mapuru Puau. Pada masa kecilnya, kehidupan Mapuru Puau sungguh menyedihkan. Ia kerap kelaparan dan untuk makan harus menunggu belas kasihan orang lain. Untunglah banyak warga desanya yang menyayangi Mapuru Puau.

Tanpa menyebutkan keadaan hidupnya saat beranjak remaja dan dewasa, kisah hidup Mapuru Puau lalu melompat ke saat ia telah beristri. Seperti keluarga-keluarga Komoro lainnya, Mapuru Puau dan istrinya kerap pergi ke hutan untuk memangkur sagu. Suatu hari ketika keduanya sedang memangkur sagu, Mapuru Puau terpisah dari istrinya karena ia ditangkap oleh seekor ular yang amat besar. Ular itu melilit tubuhnya. Sang ular berjanji akan melepaskan lilitannya bila Mapuru Puau bersedia tidak menyantap suatu jenis ikan seumur hidupnya.

Mapuru Puau akhirnya dibebaskan oleh ular dan kembali ke istri dan kampungnya. Namun sayang, suatu kali ia lupa akan janjinya kepada ular dan melanggar pantangan tersebut. Akibatnya ia pun meninggal.

Menurut Yohannes, Mapuru sebetulnya tidak meninggal melainkan menghilang di suatu tempat yang kini persisnya berada di tepi jalan aspal yang menghubungkan Mapuru Jaya dan Timika. Lokasinya ditandai dengan undak-undakan semen dari tepi jalan tersebut.

Di tempat sejarah -- begitu tempat hilangnya Mapuru Puau ini biasa disebut -- itulah Yohanes pada suatu Rabu (16/3) datang menghadap leluhurnya. Ia meminta izin dan memohon keselamatan kepada leluhur agar Tari Ular yang digelar tiga hari lagi berlangsung lancar tanpa aral melintang. Yohannes menyampaikan permohonannya dengan suara lantang kepada Mapuru Puau yang diyakini berada di suatu tempat di hutan di seberang kali yang ada di hadapannya.

Prosesi yang dilakukan keesokan harinya adalah mencari kayu untuk patung ular yang akan dibawa dalam tarian. Mereka yang boleh mengambil kayu dan mengukirnya hanyalah orang-orang yang dipercaya sebagai pemegang adat. Dalam hal ini, pemegang adat adalah keturunan langsung Mapuru Puau. Bila hal ini dilanggar, pelakunya bisa jatuh sakit atau mengalami kesusahan dalam hidupnya. Rombongan pencari kayu patung pada hari itu dipimpin oleh Liborius yang mengaku sebagai keturunan ke-12 Mapuru Puau.

Lokasi pohon yang dituju tidak jauh, masih di wilayah hutan Pigapu sendiri. Kayu yang akan diambil adalah Kaukurako, sejenis kayu ringan yang berwarna putih. Sebelum Liborius menebang, ia meletakkan tembakau dan daun sirih sebagai semacam persembahan bagi leluhur. Dengan suara lirih, ia menjelaskan maksud kedatangannya kali itu. Dari pohon setinggi kurang lebih 10 meter, kayu yang diambil untuk patung hanya sekitar 1,5 meter saja.

Merakit ular

Pengukiran kayu menjadi patung ular kali ini berlangsung di rumah panggung besar, tempat pusat kegiatan Kamoro Kakuru biasa berlangsung. Saat patung ular itu dibuat, masyarakat diizinkan menyaksikannya. Bahkan pada saat bersamaan, di rumah panggung itu, sejumlah pengukir Komoro di Pigapu mempertunjukkan keahlian mengukir mereka. Kanisius Tarsisius Maneyau membuat perisai sementara Yosep Moyap membuat tongkat. Di sisi lain, istri Yosep, Pan Gratia, asyik menganyam tikar.

Liborius membentuk kepala ular dengan bantuan adik dan keponakan-keponakannya. Mereka saling berbagi tugas. Ada yang memotong-motong kawat (dari jeruji payung rusak) untuk gigi, mengeluarkan bubuk elektrolit hitam dari batu baterai untuk mewarnai tubuh ular, ada pula yang memotong bagian positif baterai untuk dijadikan mata sang ular.

Di sisi lain, tampak kesibukan orang-orang yang menjahit dan menyambung karung-karung plastik. Karung ini akan dibentuk menjadi selongsong tubuh ular setelah diisi dengan serpihan kayu gergajian.

Bila bagian-bagian tubuh ular bisa dipasang atau dirakit beberapa hari sebelum tarian dipertunjukkan, tidak demikian halnya dengan bagian mata ular. Bagian ini justru dipasang paling akhir, beberapa saat menjelang pergelaran tari. "Mata melambangkan kehidupan," jelas Liborius. Ketika mata dipasang ke patung ular, roh ular itu diyakini akan hidup dan mengikuti warga.

Karena tarian baru digelar dua hari kemudian, patung ular tanpa mata ini disimpan lebih dulu. Penyimpanan dilakukan oleh pemegang adat saja.

Hari keramaian

Pergelaran tarian khusus atau ritual tertentu merupakan salah satu saat bagi warga setempat untuk mengenakan pakaian-pakaian tradisional serta hiasan khas mereka. Bukan saja para penari yang hadir di tempat acara melainkan juga warga yang sekadar menonton. Di berbagai penjuru dekat lokasi rumah besar, tampak sejumlah warga masih asyik menghias diri. Kaum perempuan berkumpul dengan sesamanya, begitu pula dengan kaum lelaki. Satu sama lain tak segan saling membantu rekannya berhias.

Jangan bayangkan aksesori mereka diperoleh dari tempat-tempat khusus. Bahan-bahan aksesori itu justru bisa didapatkan dengan mudah dari alam di sekitar mereka. Mereka sama sekali tidak perlu membelinya, dan mampu membuat sendiri semuanya.

Hiasan kepala dari bulu burung kasuari dan cendrawasih, misalnya, berasal dari burung yang berhasil mereka tangkap sendiri. Hiasan lainnya berupa kain aneka corak yang digunakan sebagai hiasan cawat, cawat/bawahan dari daun sagu yang telah dikeringkan, serta janur daun sagu yang dililitkan di kepala, tangan maupun kaki. Tak ketinggalan, sajah dan bagian tubuh lainnya dilumuri kapur putih dan tanah merah.

Adakah arti hiasan-hiasan tersebut? "Tidak ada arti khusus, ini sekadar hiasan yang bisa digambarkan di mana saja," jelas Yohanes sang kepala suku.

Untuk kaum perempuan, mereka tak lupa memanfaatkan bunga warna cerah yang ditemui di tepi jalan saat menuju lokasi tarian. Warna merah bunga sepatu ini tampak kontras saat menjadi hiasan di rambut mereka.

Sebelumnya, sebagai tanda di situ ada acara, seseorang meniup sepotong buluh yang mengeluarkan suara lenguhan keras. Mbiti, demikian nama alat itu, memang serbaguna. Selain mengundang kehadiran warga, mbiti kerap dipakai orang-orang yang pergi ke hutan untuk memanggil anggota keluarga mereka pulang karena sore telah tiba.

Sesaat menjelang tarian, Liborius memasuki kamar penyimpanan patung ular untuk memasangkan bagian matanya. Di luar rumah panggung, tifa ditabuh bertalu-talu diiringi pekikan berirama. Kaum perempuan mulai mendekati lokasi sambil menari. Kedua kaki mereka digerakkan ke kiri ke kanan sesuai irama tifa.

Saat ular dikeluarkan, sosoknya sekilas seperti hidup. Warna hitam sisiknya terlihat begitu mengilat. Lidah merah yang terbuat dari pita plastik merah tampak menjulur dari mulut ular. Suasana berubah senyap. Bahkan sayup-sayup terdengar suara perempuan menangis. "Dia teringat pada penderitaan Mapuru Puau saat tersiksa oleh belitan ular," bisik Yohannes saat melihat warganya sedang mengucurkan air mata itu.

Hanya pemegang adat yang boleh membawa ular tersebut. Selanjutnya, tarian ular yang digelar menggambarkan sejarah orang Pigapu.

Orang Pigapu meyakini merekalah pemilik sejarah terbesar dan, terlengkap mengenai asal-usul mereka. Meski demikian, pada kunjungan ke Desa Kaugapu di Kecamatan Mapuru Jaya beberapa hari sebelumnya, kami menemukan adanya keyakinan serupa bahwa warga desa itu juga keturunan Mapuru Puau.

Setelah tarian selesai dipertontonkan, ular itu disimpan kembali. Menurut adat orang Pigapu, patung ular yang pernah dimainkan tidak boleh disimpan selamanya. Tubuh ular kemudian dipreteli hingga sosoknya sebagai ular tak bersisa lagi.

Keesokan harinya, Liborius datang mengambil ular, mengambil matanya lalu menguburkan tak jauh dari tempat acara tarian dipergelarkan kemarin. Tak lupa ia kembali memasukkan tembakau bersama potongan tubuh ular sebelum menguburnya. Ia kemudian membaca doa pengantar roh supaya kembali ke rumahnya semula di tempat sejarah.

Gugus Bintang dalam Awan Molekul

Abstrak
Gugus bintang lahir bersebadan di dalam awan molekul raksasa dan pada saat pembentukannya hanya dapat diamati dalam panjang gelombang inframerah karena awan antar bintang yang melingkupi gugus ini menghamburkan panjang gelombang optik. Dari katalog gugus-gugus muda dapat disusun distribusi usia gugus muda dan gugus terbuka, dan ditemukan bahwa lebih dari 90% gugus muda tidak terus terikat secara gravitasi dan bertahan menjadi gugus terbuka namun menguap dan bergabung dengan bintang-bintang medan di sekitarnya. Dengan kata lain, terdapat tingkat kematian gugus yang tinggi. Sebagian besar bintang yang terbentuk di dalam gugus muda ini terbentuk dalam gugus-gugus kaya yang jumlah anggotanya lebih dari 100 bintang atau lebih dan memiliki massa gugus lebih dari 50 kali massa matahari. Pengematan kompleks awan antar bintang terdekat menunjukkan bahwa 70 - 90% bintang yang terdapat dalam awan tersebut merupakan anggota gugus muda. Dalam posting blog kali ini akan dibahas karakteristik gugus muda dan perannya dalam menentukan Initial Mass Function (IMF), dan juga sedikit mengenai evolusi dinamikanya.

Kata Kunci: gugus, pembentukan bintang, initial mass function

Pengantar
Bintang terbentuk dari gas-gas antar bintang yang kerapatannya tinggi. Gas-gas antar bintang ini terbentang dalam ruang sebesar beberapa parsec dan massanya bisa ribuan kali massa matahari. Karena gas-gas ini kerapatannya tinggi dan bermassa besar, gravitasi mendominasi dinamika internal awan-awan gas sehingga awan dapat runtuh ke arah pusat dan memulai proses pembentukan bintang. Kombinasi antara turbulensi dalam awan dan energi magnetik dalam awan menghambat proses keruntuhan ini dengan cukup efektif, namun di titik-titik paling rapat dalam awan gas tersebut dapat terjadi pelemahan medan magnetik dan jabang bayi bintang (protobintang) dapat terbentuk.

Gugus Pleides. Di sekitar bintang-bintang anggota gugus ini masih terdapat awan-awan antar bintang yang melingkupi bintang-bintang tersebut.
Gugus Pleides. Di sekitar bintang-bintang anggota gugus ini masih terdapat awan-awan antar bintang yang melingkupi bintang-bintang tersebut.
Namun jabang bayi bintang-bintang ini diamati tidak terbentuk sendirian, namun terbentuk bersama-sama jabang-jabang bintang lainnya. Jadi sebuah awan gas raksasa ini dapat membentuk banyak jabang-jabang bintang yang akhirnya saling terikat secara gravitasional membentuk gugus bintang. Bila gugus bintang sudah terbentuk, angin bintang yang mereka hembuskan akan meniup sisa-sisa gas antar bintang yang masih ada. Gugus Pleiades adalah salah satu gugus bintang-bintang muda yang masih menyisakan awan antar bintang yang membentuk gugus tersebut.
Gugus Trapezium di Nebula Orion. Bila diamati pada panjang gelombang visual (0.45 micron), protogugus tidak akan terlihat, namun pengamatan dalam panjang gelombang inframerah (2 mikron) dapat menembus awan antar bintang yang melingkupi protogugus tersebut.
Gugus Trapezium di Nebula Orion. Bila diamati pada panjang gelombang visual (0.45 micron), protogugus tidak akan terlihat, namun pengamatan dalam panjang gelombang inframerah (2 mikron) dapat menembus awan antar bintang yang melingkupi protogugus tersebut.
Bila gugus bintang ini masih dalam proses pembentukan, maka protogugus ini masih dilingkupi oleh awan antar bintang sehingga jabang-jabang bintang di dalam awan tidak akan terlihat bila kita melihatnya pada panjang gelombang visual (0.45 mikron). Namun pengamatan pada panjang gelombang inframerah (2 mikron) dapat menembus awan antar bintang yang menghalangi pandangan kita dan menyingkap apa yang terjadi di dalam awan antar bintang tersebut.

Gugus bintang memiliki peran penting dalam usaha kita memahami alam semesta. Karena gugus mengandung sejumlah besar bintang dalam ruang yang relatif kecil maka mereka memiliki cuplikan bintang yang jumlahnya signifikan secara statistik dengan rentang massa yang lebar. Bintang-bintang dalam gugus juga terbentuk bersamaan sehingga memiliki usia dan jenis awan molekul pembentuk yang sama. Dengan menempatkan bintang-bintang anggota gugus dalam diagram dua-warna maka kita dapat melakukan pengujian terhadap teori evolusi bintang. Terlebih lagi, gugus bintang dalam awan molekul adalah objek-objek muda yang masih membawa jejak proses pembentukan bintang yang melahirkan mereka. Oleh karena itu sangatlah penting untuk mempelajari gugus-gugus muda ini sebagai usaha kita mempelajari proses pembentukan bintang.

Identifikasi Gugus

Gugus L1630 dalam pita K. Kontur menyatakan kerapatan bintang yang terdeteksi
Gugus L1630 dalam pita K. Kontur menyatakan kerapatan bintang yang terdeteksi
Karena gugus muda ini tersembunyi dalam awan gas, maka dibutuhkan pengamatan yang bisa menembus awan-awan gas tersebut. Contoh adalah gugus L1630 yang ditampilkan dalam gambar di atas. Gambar ini adalah kontur dari kerapatan bintang yang terdeteksi, dan sebagaimana kita lihat terdapat daerah-daerah yang lebih rapat dari daerah di sekitarnya. Daerah ini ditandai oleh arsir warna kelabu yang menandai daerah dengan kerapatan lebih dari 10 kali kerapatan daerah di sekitarnya. Mengenali keberadaan gugus dalam awan molekul bergantung pada banyaknya anggota gugus (gugus yang kaya akan anggota lebih mudah terlihat karena kerapatannya akan jauh lebih tinggi dari daerah sekitarnya), ukuran spasialnya (gugus yang rentang wilayahnya besar akan sulit dikenali karena akan nampak membaur dengan daerah sekitarnya), dan lokasinya di bidang galaksi (di bidang Galaksi kita banyak terdapat sumber-sumber inframerah yang dapat mengaburkan keberadaan gugus).

Begitu kita dapat mengetahui keberadaan gugus, masalah selanjutnya adalah mengidentifikasi anggota-anggota gugus tersebut. Identifikasi keanggotaan ini lebih sulit daripada mengenali keberadaan gugus. Pada umumnya kita gunakan cacah bintang, namun dalam kebanyakan kasus hal ini sulit dilakukan, sehingga kita memerlukan data yang independen untuk mengetahui apakah suatu bintang merupakan anggota gugus atau bukan. Data gerak diri bintang akan sangat berguna dalam kasus ini, karena bintang-bintang anggota gugus pada umumnya memiliki arah gerak yang mengarah pada satu titik (disebut titik apeks).

Sifat-Sifat Dasar

Sifat-sifat dasar beberapa gugus
Sifat-sifat dasar beberapa gugus

Begitu kita dapat mengetahui keberadaan sebuah gugus dan anggota-anggotanya, maka sifat-sifat dasar gugus tersebut dapat ditentukan. Tabel di atas menampilkan sifat-sifat beberapa gugus: Jumlah anggotanya, jari-jari bentangan gugus tersebut, dan kerapatan gugus tersebut. Dua kolom terakhir di sebelah kanan menampilkan jumlah bintang dan kerapatan bintang pada daerah dengan jari-jari 0.1 parsec di pusat gugus. Pada baris terakhir diberikan juga data untuk gugus terbuka yang usianya lebih tua, yaitu gugus Taurus.

Struktur Gugus: Konsentris vs Hierarkhis
Struktur sebuah gugus dalam awan molekul sangat menarik untuk diteliti karena besar kemungkinan mencerminkan proses fisis yang membentuk struktur tersebut. Struktur gugus-gugus termuda khususnya mencerminkan struktur awan molekul yang membentuk gugus tersebut. Dua jenis dasar struktur yang terlihat adalah: 1. Gugus hierarkhis menampilkan kerapatan permukaan yang terkonsentrasi pada beberapa titik, sementara 2. Gugus konsentris memiliki distribusi permukaan yang terpusat pada satu titik dan menampilkan profil radial yang dapat didekati dengan hukum pangkat (power law) atau distribusi King, $latex f(r) = f_o[1 + (r/r_c)^2]^{-1}$.

Kontur kerapatan permukaan sumber-sumber inframerah (pita J) dalam gugus muda NGC 2264. Ini adalah contoh gugus yang memiliki struktur hierarkhis
Kontur kerapatan permukaan sumber-sumber inframerah (pita J) dalam gugus muda NGC 2264. Ini adalah contoh gugus yang memiliki struktur hierarkhis
Contoh dari gugus dengan stuktur hierarkhis adalah NGC 2264 yang ditampilkan pada gambar di samping. Gugus ini dapat nampak sebagai dua buah gugus ganda atau bahkan gugus kuadrupel dan mengandung paling tidak dua tingkat hierarkhi. Adanya stuktur hierarkhis seperti demikian memberikan jejak tentang sifat awan gas dan debu antarbintang yang penuh dengan turbulensi.

Gugus-gugus lainnya, seperti gugus bintang dalam Nebula Orion-Trapezium memiliki konsentrasi pusat yang kuat dan profil radial yang dapat dihampiri dengan hukum pangkat. Konsentrasi seperti ini menunjukkan dominasi gravitasi atas turbulensi dalam proses pembentukan sistem ini. Kita belum mengetahui apakah struktur ini adalah sebuah sifat primordial dari sebuah gugus atau merupakan hasil sebuah evolusi dari struktur yang lebih hierarkhis.

Fungsi Massa Gugus

Fungsi distribusi massa gugus dalam awan molekul
Fungsi distribusi massa gugus dalam awan molekul
Charles Lada dan Elizabeth Lada (2003), dua orang astronom yang bekerja dalam penelitian gugus muda, mengkompilasi katalog gugus-gugus muda dalam awan molekul. Dalam katalog ini terkumpul 76 buah gugus muda yang terletak dalam jarak ~2 kpc dari matahari kita. Fungsi massa untuk seluruh gugus ini dihitung dengan mengasumsikan Initial Mass Function (IMF) yang sama untuk tiap gugus. Massa gugus yang dihitung berkisar antara 20 hingga 1100 kali massa matahari. Distribusi massa dari keseluruhan gugus ditampilkan dalam grafik di samping. Fungsi distribusi massa menampilkan dua ciri yang khas: Pertama, fungsi tersebut relatif datar dalam rentang massa antara 50 hingga 1000 kali massa matahari. Artinya, gugus dengan massa 1000 kali massa matahari, meskipun jarang, memberikan kontribusi yang cukup signifikan terhadap massa total bintang-bintang dalam lingkup 2 kpc. Kontribusi ini kurang lebih seimbang dengan kontribusi oleh gugus-gugus lain dengan massa yang jauh lebih kecil (antara 5 - 100 kali massa matahari) namun jumlahnya lebih banyak. Ciri kedua adalah sedikitnya jumlah gugus dengan massa terkecil (~20 - 50 kali massa matahari). Ini mungkin disebabkan oleh ketidaklengkapan dalam cuplikan jumlah gugus bermassa kecil (bintang bermassa kecil umumnya sangat redup sehingga amat sulit dideteksi), namun koreksi dari pemodelan juga menunjukkan bahwa gugus bermassa kecil memang jarang ditemukan. Ini menunjukkan bahwa memang ada massa karakteristik (kira-kira 50 kali massa matahari) yang menjadi batas minimum dari massa gugus yang terbentuk.

Tingkat kelahiran gugus
Katalog gugus bintang dalam awan molekul dapat digunakan untuk menentukan usia masing-masing gugus dan menentukan tingkat kelahiran (birthrate) sebuah gugus. Untuk 53 buah gugus dalam jarak 2 kpc dari matahari, diperkirakan bahwa laju pembentukan gugus berkisar antara 2 hingga 4 gugus setiap satu juta tahun dalam area permukaan seluas 1 kpc persegi (2 - 4 Myrs$latex ^{-1}$ kpc$latex ^{-2}$), bila kita mengasumsikan usia rata-rata gugus masing-masing adalah 2 dan 1 juta tahun.

Frekuensi distribusi umur yang teramati dalam jarak 2 kpc dari matahari (garis tegas) dan yang diprediksikan untuk laju pembentukan bintang yang konstan (garis putus-putus). Seluruh gugus dalam awan molekul jatuh dalam bin usia termuda. Perbedaan yang besar antara nilai teramati dengan yang diprediksi menunjukkan tingkat kematian gugus yang tinggi
Frekuensi distribusi umur yang teramati dalam jarak 2 kpc dari matahari (garis tegas) dan yang diprediksikan untuk laju pembentukan bintang yang konstan (garis putus-putus). Seluruh gugus dalam awan molekul jatuh dalam bin usia termuda. Perbedaan yang besar antara nilai teramati dengan yang diprediksi menunjukkan tingkat kematian gugus yang tinggi
Bila kita gabungkan katalog gugus muda Charles dan Elizabeth Lada dengan katalog gugus terbuka, kita dapat memeriksa distribusi umur seluruh gugus baik gugus terbuka maupun gugus dalam awan molekul. Hasil penyusunan distribusi umur ini ditampilkan pada gambar di samping. Gugus dalam awan molekul berusia paling muda dan berada di bin usia terendah, selebihnya adalah gugus terbuka. Pada gambar ini juga ditampilkan prediksi distribusi usia gugus bila kita mengasumsikan tingkat kelahiran yang konstan (garis putus-putus).

Bila kita membandingkan antara distribusi usia gugus yang diprediksikan oleh tingkat kelahiran konstan, dengan distribusi usia gugus yang diamati, kita lihat bahwa ada rentang yang semakin besar pada usia gugus yang semakin tua. Ini menunjukkan bahwa tidak semua gugus muda akan tetap terikat secara gravitasi dan bertahan menjadi gugus terbuka. Grafik ini menunjukkan adanya tingkat kematian gugus yang tinggi. Kurang dari ~4% dari seluruh gugus yang terbentuk dalam awan molekul dapat bertahan hingga 100 juta tahun, dan kurang dari 10% bertahan hingga 10 juta tahun. Sebagian besar gugus muda akan menguap dan bergabung dengan bintang-bintang medan di Galaksi kita dalam waktu kurang 10 juta tahun. Gugus terbuka yang berusia lebih dari 100 juta tahun sangat jarang. Fakta ini pertama kali ditekankan oleh Jan Hendrik Oort (1957) dan penjelasannya diberikan oleh Lyman Spitzer, Jr. (1958): perjumpaan sebuah gugus dengan awan antar bintang dapat menghamburkan gugus tersebut, dan bila perjumpaan ini terjadi beberapa kali maka gugus tersebut dapat hilang sama sekali dan bintang-bintang anggota gugus akan menyatu dengan bintang-bintang lainnya di piringan Galaksi kita. Dalam konteks ini, kita dapat menyatakan bahwa tingkat kematian gugus muda dan harapan hidup sebuah gugus bergantung pada jaraknya terhadap pusat Galaksi. Ini karena gaya pasang Galaksi dan jumlah awan antar bintang di Galaksi kita meningkat dengan semakin dekatnya jarak pusat Galaksi, sehingga perjumpaan gugus dengan awan antar bintang akan semakin sering dan disruptif. Sydney van den Bergh dan Robert McClure (1980) menunjukkan bahwa gugus-gugus terbuka yang tertua sangat terkonsentrasi di bagian terluar Galaksi kita. Fakta ini mereka jelaskan melalui frekuensi perjumpaan gugus dengan awan molekul.

Fungsi Luminositas
Teori evolusi bintang menyatakan bahwa–begitu terbentuk–nasib sebuah bintang ditentukan dari massa bintang tersebut pada saat lahir (zero age main sequence atau ZAMS). Oleh karena itu sangat penting untuk mengetahui distribusi massa bintang pada saat lahir (IMF atau initial mass function) dan bagaimana variasi IMF terhadap ruang dan waktu. Dengan mengetahui IMF kita dapat mengetahui dinamika dan evolusi sistem bintang seperti gugus atau bahkan galaksi. IMF juga penting untuk mengetahui proses pembentukan bintang karena proses ini yang mengatur perubahan materi antar bintang menjadi bintang. Masalahnya evolusi bintang tidak mampu memprediksikan bentuk IMF, kita hanya dapat memperolehnya melalui pengamatan. Namun hal ini tidaklah mudah karena massa sebuah bintang bukanlah kuantitas yang dapat langsung teramati. Pada umumnya kita mengamati terlebih dahulu luminositas bintang dan selanjutnya melakukan transformasi luminositas ke dalam massa bintang. Lagi-lagi hal ini membutuhkan pengetahuan mengenai evolusi bintang. Beberapa teknik telah digunakan untuk menentukan IMF dari gugus terbuka maupun bintang medan di piringan Galaksi kita.

Penggunaan gugus dalam awan molekul mempermudah penentuan IMF karena usianya yang terlalu muda membuat mereka belum kehilangan anggota-anggotanya akibat evolusi bintang atau evaporasi. Massa yang dihitung dari bintang-bintang anggota gugus ini dengan demikian adalah pendekatan terhadap IMF yang sebenarnya. Gugus ini juga dapat digunakan untuk mengetahui IMF bintang-bintang bermassa rendah karena dalam gugus muda ini bintang-bintang itu sebagian besar belum memasuki deret utama. Dengan kata lain, bintang-bintang bermassa rendah ini kecerlangannya tinggi sehingga mudah ditemukan. Masalah dalam mendapatkan IMF dari gugus dalam awan molekul adalah 1) gugus ini tersembunyi dalam awan molekul dan tak dapat diamati pada panjang gelombang optik dan 2) bintang-bintang anggota gugus dalam awan molekul sebagian besar adalah bintang-bintang pra deret utama. Akibatnya perlu ada koreksi terhadap faktor ini dan ini membutuhkan pemodelan yang tak mudah. Hal terakhir yang harus diwaspadai adalah: dalam beberapa gugus, proses pembentukan bintang masih berlangsung sehingga IMF yang kita peroleh bukanlah IMF yang final. Kita harus hati-hati dalam menginterpretasikan fungsi massa dalam kondisi seperti ini.

Gugus Trapesium di Orion adalah gugus muda yang paling sering dipelajari. Pertama kali diidentifikasi oleh Robert Trumpler (1931) dan juga oleh Walter Baade dan Rudolph Minkowski (1937). Usia gugus ini adalah satu juta tahun (Hillenbrand, 1997) dan beranggotakan kira-kira 700 bintang (Hillenbrand dan Carpenter, 2000).

Histogram fungsi luminositas dalam pita K (2.2 mikron) untuk gugus trapezium. Juga ditampilkan KLF dari pemodelan yang sesuai dengan hasil pengamatan (Muench et al. 2002).
Histogram fungsi luminositas dalam pita K (2.2 mikron) untuk gugus trapezium. Juga ditampilkan KLF dari pemodelan yang sesuai dengan hasil pengamatan (Muench et al. 2002).
IMF yang diturunkan dari KLF pada gambar di atas (Muench et al. 2002)
IMF yang diturunkan dari KLF pada gambar di atas (Muench et al. 2002)
Salah satu hasil perhitungan fungsi luminositas ditampilkan dalam gambar di samping atas (Muench et al. 2002) sementara fungsi massa yang dihasilkan ditampilkan dalam gambar di samping bawah.

Karakteristik utama dari IMF gugus ini adalah 1) peningkatan pesat jumlah bintang dengan massa dari ~10 kali massa matahari (bintang-bintang tipe OB) hingga 0.6 kali massa matahari, yang tunduk mengikuti hukum pangkat, 2) pelandaian kurva dan peningkatan perlahan hingga massa ~0.1 kali massa matahari (ini berada di sekitar limit pembakaran Hidrogen atau Hydrogen Burning Limit), 3) turunnya jumlah bintang hingga daerah subbintang atau bintang katai coklat, dan 4) puncak kedua di daerah sekitar 0.015 kali massa matahari (kira-kira 15 kali massa Jupiter) dan penurunan drastis pada massa yang lebih rendah di luar batas pembakaran deuterium (~10 kali massa Jupiter).

Karakteristik paling signifikan dalam IMF ini adalah puncak lebar yang kurang lebih datar dan berkisar antara 0.1 hingga 0.6 kali massa matahari. Ini merupakan puncak distribusi massa awal dan menunjukkan bahwa ada massa karakteristik yang dihasilkan oleh proses pembentukan bintang dalam awan Orion. Akibatnya, sebagian besar massa bintang yang dihasilkan berkisar antara 0.1 hingga 0.6 kali massa matahari. Proses ini menghasilkan bintang bermassa kecil dan besar yang relatif sedikit.

Puncak kedua pada massa 0.015 kali massa matahari juga menarik untuk diteliti lebih lanjut. Puncak kedua ini mengimplikasikan adanya mekanisme sekunder yang menghasilkan bintang-bintang pada daerah massa ini, yaitu bintang katai coklat. Walaupun demikian kita harus berhati-hati dalam menginterpretasikan puncak pada daerah ini karena akurasinya bergantung pada hubungan massa-luminositas yang digunakan dalam pemodelan. Gambar di samping menampilkan perbandingan antara berbagai IMF yang dihasilkan dari data pengamatan yang berbeda-beda dan saling independen. Untuk massa yang lebih besar dari 0.0015 kali massa matahari, konsistensinya cukup mengagumkan, namun pada daerah puncak kedua, konsistensinya tidak terlalu baik. Ketidakkonsistenan ini mencerminkan ketidakpastian dalam pemodelan bintang-bintang bermassa rendah. Pada segala kasus, bagaimanapun, ada kesepakatan bahwa IMF menurun tajam pada hingga menuju massa di bawah batas pembakaran hidrogen. Namun, kuantisasi tentang berapa curamnya penurunan itu dan berapa tingginya puncak kedua ini masih belum dipastikan.

Evolusi Dinamik dan Tingkat Kematian Gugus
Asal-usul gugus dalam awan molekul masih menjadi misteri, namun apa yang terjadi sesudah terbentuknya gugus sudah diteliti cukup mendalam baik secara analitis maupun numerik. Gugus terbentuk di dalam inti awan masif yang berkerapatan tinggi. Proses pembentukan bintang pada dasarnya adalah proses yang menghancurkan awan molekul tersebut karena bahan baku pembentukan bintang adalah awan molekul itu sendiri. Oleh karena itu, sebuah bintang yang baru terbentuk akan mengubah kondisi lingkungan gas-gas di sekitarnya. Kelahiran bintang bermassa besar dapat menghancurkan awan-awan molekul itu seluruhnya.


Proses pembentukan bintang adalah proses yang tidak efisien. Tidak seluruh awan antar bintang akan membentuk bintang. Sebagian besar dihembuskan menjauhi bintang-bintang yang terbentuk karena tertiup oleh angin bintang muda yang baru terbentuk, atau oleh bipolar outflow yang menghembuskan banyak materi. Selain menjadi bahan baku dalam pembentukan bintang, materi antar bintang juga menjadi “lem” yang mengikat bintang-bintang anggota gugus dalam awan molekul, sehingga hilangnya awan antar bintang ini berpotensi mengganggu ikatan gravitasi bintang-bintang anggota gugus dan melepas bintang-bintang ini satu per satu ke medan di sekitarnya. Dengan demikian, evolusi gugus dalam awan molekul juga bergantung pada evolusi awan molekul yang melingkupinya.

Bila awan antar bintang yang melingkupi gugus ini terganggu dan berubah sangat cepat dalam skala waktu yang lebih singkat daripada skala dinamika gugus di dalamnya, maka respon dinamik gugus tersebut bergantung pada efisiensi pembentukan bintang pada saat hilangnya gas. Dalam kasus pembuangan gas yang sangat pesat, sebuah gugus akan tetap bertahan menjadi gugus hanya jika efisiensi pembentukan bintangnya lebih besar dari 50%. Karena proses pembentukan bintang dalam gugus muda ini sangatlah rendah, maka sebagian besar gugus dalam awan molekul tidak muncul sebagai gugus pada saat awan molekul pembentuknya tertiup seluruhnya. Gugus muda tersebut muncul sebagai sistem tak terikat. Sehingga, meskipun sebagian besar bintang di galaksi terbentuk dalam gugus bintang, namun dengan cepat gugus berevolusi menjadi asosiasi yang tak terikat alih-alih sebagai gugus terbuka yang terikat secara gravitasi.

mencari partikel tuhan

Menarik membaca berita hari ini, satu koneksi buruk menyebabkan ‘mesin penghancur atom’ ditutup, hanya setelah beberapa hari dioperasikan. Kesalahan yang hanya disebabkan oleh satu penyolderan yang buruk dari 10ribu koneksi adalah sebuah kesalahan kecil, tetapi menyebabkan pengoperasian menjadi tertunda dalam jangka waktu lama, ditambah lagi biaya operasionalnya yang besar. Paling tidak pengoperasian berikutnya baru bisa dilakukan lagi setelah bulan Mei tahun depan.

Eksperimen mesin penghancur atom. Kredit : CERN, Northeastern University, Chicago University
Eksperimen mesin penghancur atom. Kredit : CERN, Northeastern University, Chicago University

Alat apakah itu? Yang sampai sebegitu rumitnya? ‘Mesin penghancur atom’ itu adalah sebuah alat yang disebut sebagai Large Hadron Collider (LHC) milik CERN (Conseil Européen pour la Recherche Nucléaire/Organisasi Eropa untuk Riset Nuklir), sebuah alat yang berupa terowongan berbentuk lingkaran dengan keliling sebesar 27 km, di dalam tanah dalam perbatasan Swiss-Prancis di Jenewa. Alat tersebut dibuat untuk mempelajari komponen terkecil dari materi, sehingga bisa menjelaskan semua benda di dalam alam semesta ini bisa terbuat. Sekaligus bisa memberikan gambaran seperti apakah ‘big bang’, berdasarkan komponen-komponen terkecil tersebut ada, yang mana ‘big bang‘ sendiri merupakan teori tentang terciptanya alam semesta. Mengapa itu bisa terjadi, karena dengan LHC, para ilmuan menguji tumbukan-tumbukan partikel ber-energi sangat tinggi, sehingga bisa ‘melihat’ gambaran tentang materi pada skala yang sangat-sangat kecil, sebagaimana yang terbentuk sesaat ketika seper-semilyar detik setelah big-bang.

Lalu? Apa perlunya itu semua penemuan-penemuan partikel yang sangat-sangat kecil itu? Yang pasti karena memang belum ditemukan keberedaannya, tetapi upaya tersebut merupakan upaya yang penting dalam menjelaskan fenomena yang sangat fundamental. Di dalam fisika dikenal adanya Model Standar yang menjelaskan bagaimana partike-partikel berinteraksi secara fundamental di alam.

Semua persamaan-persamaan dalam Model Standar (kecuali persamaan gravitasi) menjelaskan gaya dan interaksi di alam tanpa menyertakan adanya besaran massa. Agar setiap partikel elementer di alam mempunyai bobot massa, secara hipotesa diperkenalkan adanya partikel elementer skalar masif, yang disebut sebagai High-Bosson. Disebut sebagai hipotesa, karena keberadaannya belum ditemukan, melainkan merupakan perumusan fisika dari medan Higgs, (dari nama fisikawan Peter Higgs). Secara umum disebut sebagai partikel Higgs-Boson.

Oleh karena itu, untuk mempelajari keberadaannya, para fisikawan harus ‘menghancurkan’ partikel-partikel sampai ke tingkat di mana semua menjadi komponen paling elementer yang bisa diperoleh, menjadi energi, yang kemudian termaterialisasi kembali sebagaimana apa adanya. Medan Higgs, jika ada akan menyebabkan ketika partikel dihancurkan sampai menjadi quark, atau partikel-partikel lain, akan mempunyai ke-khas-an bergantung massa. Semakin besar massa, semakin banyak hancur menjadi bentuk partikel lebih kecil bahkan sampai menjadi energi, yang akan direkam dan diperhitungkan oeh detektor, jika dihancurkan oleh mesin penghancur partikel. Kemudian ketika berkondensasi maka akan kembali menjadi partikel-partikel, bahkan bila mungkin akan menjadi partikel yang sebelumnya pernah ditemukan. Masalahnya adalah, sejauh yang telah dilakukan, tumbukan partikel selalu menghasilkan jenis partikel yang sama, sehingga ada hal hal lain yang harus diperhatikan.

Fisika energi tinggi adalah mengenai statistik. Sedangkan quantum itu berisi ‘ketidakpastian’, di mana interaksi pada tingkat sub-atomik merupakan kejadian yang berlangsung secara acak, sehingga sekalipun tidak ada kejadian fisika yang terjadi, tetapi data pengamatan menunjukkan adanya ‘kejadian menarik’. Oleh karena itu, untuk mendapatkan sesuatu ‘kejadian yang berulang’, (yang artinya memang sesuatu memang terjadi), maka harus dilakukan pengukuran secara terus menerus dalam jangka waktu yang panjang dengan kalibrasi pengukuran yang tetap terjaga selama pengukuran tersebut berlangsung. Hanya dengan satu kejadian saja tidak akan cukup untuk mengatakan bahwa sesuatu itu ‘ada’.

Jadi, LHC adalah mesin besar yang akan menghancurkan atom-atom sehingga bisa membuktikan bahwa Higgs Bosson (partikel Higgs) itu memang benar ada? Itu adalah salah satu alasan, tetapi alasan yang paling fundamental (raison d’être) adalah berdasarkan persamaan fundamental hubungan massa energi yang sangat terkenal dan dirumuskan oleh Albert Einstein: E = mc2. Sehingga dengan mempercepat partikel-partikel (dalam hal ini partikel-partikel yang dipergunakan adalah hadron, yaitu proton dan timbal), mencapai kelajuan yang hampir mencapai laju cahaya, kemudian ditumbukkan maka energinya menjadi sangat luar biasa sehingga bisa berubah menjadi partikel-partikel jenis yang lain. Dari konversi materi-energi ini lah diharapkan akan tercipta materi-materi yang mungkin tercipta pada saat awal alam semesta ada dan hanya tercipta sesaat sebagai penyusun awal alam semesta.

Sebagaimana namanya, LHC mempergunakan Hadron untuk ditumbukkan, dan dua jenis hadron yaitu proton dan/atau timbal, karena:

  • Keduanya bermuatan, sehingga bisa dipercepat oleh gaya elektromagnetik yang diciptakan oleh peralatan.
  • Keduanya tidak mudah meluruh karena berat dan tidak akan kehilangan banyak energi ketika dipercepat di dalam lingkaran.

Jika memang demikian yang terjadi, lalu apa istimewanya sehingga pencarian partikel ini bisa berdampak besar bagi ilmu pengetahuan dan juga pemahaman kita tentang alam semesta? Partiel Higgs boson, dikenal juga sebagai partikel Tuhan, karena jika memang benar ada, partikel tersebut bisa menjelaskan banyak hal yang berkaitan keberadaan fisik benda-benda yang ada di seluruh alam semesta.

Secara umum, studi dari LHC diharapkan bisa menjawab beberapa pertanyaan, yang pertama tentunya keberadaan partikel Higgs boson. Selain itu, beberapa hal yang lain adalah:

Partikel Simetri Super. Semenjak awal tahun 1970-an, studi teori String telah dilakukan untuk menjawab impian Einstein yang belum terjawab, yaitu menyatukan semua teori menjadi Teori Tunggal (unified theory), yaitu hanya ada satu teori yang bisa menjelaskan interaksi semua gaya dan materi di alam semesta. Menurut teori simetri super, setiap spesies partikel (elektron, quark, neutrino, dll), simetri super menyebabkan keberadaan spesies pasangan - disebut sebagai spartikel (selektron, squark, sneutrino, dll) -, yang sampai sekarang belum pernah ditemukan. Dibutuhkan tumbukan yang lebih hebat sehingga spesies tersebut bisa ditemukan, (bila memang ada). LHC diperhitungkan cukup kuat untuk mengamati keberadaannya. Dan bila memang ditemukan, bisa juga memberi gambaran mengenai materi gelap - materi yang tidak memberikan informasi cahaya, dan hanya diketahui dari pengaruh gravitasinya. Materi gelap ada melimpah di dalam alam semesta ini, dan diduga bahwa materi gelap tersusun dari spartikel.

Partikel Antardimensi. Pemahaman kita pada ruang lebih banyak dipahami sebagai ruang dalam tiga dimensi, seperti kiri-kanan, atas-bawah, depan-belakang. Einstein sendiri telah menunjukkan bahwa ruang yang kita pahami lebih dari yang bisa kita lihat karena gravitasi merupakan kelengkungan dalam dimensi ruang (dan waktu), sehingga membongkar pemahaman kita akan ruang dan waktu. Sekarang, dengan adanya LHC, saatnya membuktikan. Dari perhitungan mempergunakan teori String, ada serpihan kecil akibat tumbukan proton yang terlempar keluar dari dimensi ruang yang kita kenal dan ‘terperangkap’ pada dimensi yang lain, ditandai dengan hilangnya sejumlah energi yang dibawa oleh serpihan tersebut. Tetapi kita masih belum tahu seberepa kuat tumbukan tersebut dibutuhkan sehingga proses tersebut terjadi, karena angkanya sendiri bergantung pada ketidaktahuan yang lain: seberapa kecil/besar dimensi ekstra, (jika memang ada). Ada atau tidak, pengujian dengan LHC tetap dilakukan dan hasilnya akan menentukan itu.

Hal yang lain adalah, Lubang Hitam Mikro. Studi dari teori String juga memberikan pendapat bahwa dengan tumbukan, maka lubang hitam bisa terbentuk, memungkinkan studi terhadap lubang hitam dilakukan dalam laboratorium. Hal tersebut dimungkinkan karena dengan pertumbukan proton-proton, ada suatu saat ketika energi tersekap dalam suatu ruang yang sangat kecil, sedemikian sehingga lubang hitamg yang sangat sangat kecil terbentuk. Tentulah sudah menjadi pemahaman umum bahwa lubang hitam adalah pemakan segalanya, bahkan cahaya pun bisa tersedot ke dalamnya. Jadi, apakah tidak menjadi berbahaya kalau lubang hitam tercipta dalam laboratorium akan menghisap semua materi yang ada di sekitarnya, bahkan menghisap Bumi kita? Tentu tidak!

Menurut Stephen Hawking, bahkan lubang hitam mengalami pemusnahan, sehingga lubang hitam yang sangat sangat kecil tersebut akan lenyap dalam fraksi kecil seper per per sekian detik, sehingga sangat pendek untuk menjadi sebuah bencana, tetapi cukup lama bagi para ilmuan untuk mendapatkan manfaat kelimuan dari informasi yang sesaat tersebut.

Tetapi, bila teori Hawking salah? Di dalam alam semesta ini, banyak sekali ‘mesin penghancur atom’ yang jauh lebih kuat dari LHC, dan tidak pernah dijaga sistem energinya. Bintang-bintang dan galaksi-galaksi adalah ‘mesin penghancur atom’ alamiah, dan hasil proses mesin tersebut, dikenal sebagai berkas kosmis, secara terus menerus menghujani Bumi, dengan tingkat energi yang jauh lebih besar daripada LHC, tetapi Bumi tetap ada, sehingga LHC masih bisa dikatakan lebih jinak dibandingkan semua proses yang terjadi di alam.

Apakah memang itu semua kandidat-kandidat partikel yang dihasilkan oleh LHC? Akankah semua penemuan tersebut bisa menjadikan teori tunggal yang bisa menjelaskan alam semesta? Toh penamaan partikel Tuhan mempunyai pretensi bahwa penemuan tersebut akan mengarahkan pada teori penyatuan agung alam semesta? Secara berseloroh, Stephen Hawking berani bertaruh $100 bahwa LHC tidak akan menghasilkan partikel Tuhan yang belum tentu jelas keberadaannya, dan semuanya harus kembali ke awal. Tentunya jika benar demikian, membutuhkan kerendahan hati untuk mengakui bahwa teori yang dikembangkan pun bisa salah, atau dikarenakan teori yang tidak lengkap, yang pasti menyebabkan seseorang harus mulai lagi dari awal.

Di sisi lain, eksperimen membuka kemungkinan yang lain, bisa saja bukan partikel Higgs, mungkin lubang hitam tidak seperti yang pernah kita bayangkan, tetapi bukan tidak mungkin sesuatu yang tidak kita pikirkan sebelumnya terjadi, dan itu membutuhkan penjelasan yang baru. Lalu apakah penjelasan tersebut bisa menjelaskan segalanya? Dengaan teknologi yang sangat mahal (mencapai US$ 8 milyar dari hasil kongsi 60 negara) dan canggih tentunya, apakah akan bisa membuka rahasia alam semesta? Tidak mudah menjawabnya, karena melihat kenyataan, baru beberapa hari berfungsi saja sudah mengalami gangguan, itu adalah contoh kecil bahwa untuk memahami alam semesta bukanlah pekerjaan yang mudah.

Tidak hanya tantangan teknis, tetapi belajar dari sejarah, sampai dengan abad ke -19, atom dipercaya sebagai komponen paling dasar penyusun materi, dan tidak bisa dipecah-pecah lagi. (Atom berasal dari bahasa Yunani yang artinya ‘tidak terbagi’). Tetapi alam selalu menunjukkan hal-hal yang tidak terbayangkan sebelumnya, J. J. Thomson menemukan elektron, yang artinya, artinya atom masih bisa dibagi lagi menjadi komponen yang lebih kecil. Lebih jauh, Ernest Rutherford menunjukkan bahwa atom tersusun dari adanya ruang-ruang kosong, karena atom tersusun dari elektron-elektron yang ‘mengorbit’ terhadap inti, dan massa atom ditentukan oleh massa inti. Dan terus menerus pemahaman manusia terhadap alam semesta diaduk-aduk, mulai dari teori Einstein yang menyatakan bahwa ruang-waktu tidaklah mutlak. Materi memelengkungkan ruang, ruang mengarahkan bagaimana materi bergerak. Cahaya adalah gelombang sekaligus partikel. Energi dan materi adalah sama, dan bisa berubah satu sama lain. Realitas menjadi sesuatu yang tidak bisa ditentukan secara pasti. Sampai saat ini pun, masih banyak hal-hal di alam yang belum bisa dijawab, kalau tidak, untuk apa ada proyek ambisius seperti LHC ini bukan? Seperti juga perjalanan studi LHC memberikan kita pelajaran: alam semesta tidak akan dengan mudah membuka rahasianya, dan itu hanya bisa dilakukan, hanya jika kita dengan sungguh-sungguh, tekun, tabah dan rendah hati mempelajari fenomena alam.

Sumber : LiveScience, Cern, UCDAVIS, LHC Critics on LiveScience